Sabtu, 26 November 2011

BLU (Badan Layanan Umum)

UNDANG-UNDANG BADAN LAYANAN UMUM (BLU) KELEBIHAN, PELUANG DAN TANTANGAN MASA DEPAN PERGURUAN TINGGI

A.    Pendahuluan
Paradigma baru pengelolaan keuangan negara sesuai dengan paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara meliputi Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan RUU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (disetujui dalam sidang paripurna DPR tanggal 21 Juni 2004) setidaknya mengandung tiga kaidah manajemen keuangan Negara, yaitu: orientasi pada hasil, profesionalitas serta akuntabilitas dan transparansi.
Paradigma ini dimaksudkan untuk memangkas ketidakefisienan. Memang sudah menjadi persepsi masyarakat bahwa pemerintah selama ini dinilai sebagai organisasi yang birokratis yang tidak efisien, lambat dan tidak efektif. Padahal dalam manajemen modern unit pemerintahan harus profesional akuntable dan transparan. Seperti dikatakan Max Weber, bapak sosiologi modern bahwa pemerintah memiliki peranan yang sangat penting. Ditinjau dari mechanic view pemerintah sebagai regulator dan sebagai administrator, sedangkan dari organic view pemerintah berfungsi sebagai public service agency dan sebagai investor. Peranan sebagai regulator dan administrator erat sekali kaitannya dengan birokrasi sedangkan sebagai agen pelayan masyarakat dan sebagai investor harus dinamis dan dapat diitransformasikan menjadi unit yang otonom.[i]
Kebijakan pemerintah mengeluarkan kebijakan reformasi di bidang pengelolaan keuangan membuktikan bahwa pola pengelolaan administrasi publik dalam era reformasi dan globalisasi yang bercorak desentralisasi dengan penekanan pada sumberdaya manusia sebagai unsur utama dalam pengembangan dinamika pengelolaan pelayanan publik sudah sesuai dengan semangat proses reformasi birokrasi di lingkungan instansi pelayanan publik. Pola pembiayaan yang sentralistik selama ini sangat dirasakan sebagai penghambat oleh banyak instansi pelayanan publik termasuk perguruan tinggi (PT) dalam pengambilan keputusan, di tengah dunia global yang begitu dinamis di mana arus modal, sumber daya dan tenaga kerja mengalir begitu cepat dari satu ke negara ke negara lain tanpa mengenal batas kedaulatan dan wilayah. Situasi tersebut merupakan peluang dan sekaligus ancaman bagi setiap indivindu, kelompok maupun institusi. Bagi yang kreatif dan antisipatif hal itu juga akan dengan mudah dalam mengubah ancaman menjadi peluang melalui pola korporasi untuk membentuk kekuatan dalam memenangkan persaingan. Namun, tidak demikian bagi yang tidak siap secara natural mereka justru akan ditinggalkan atau bahkan menjadi lemah karena sumberdaya yang dimiliki termobilisasi ke tempat lain yang lebih menguntungkan.

B.     Pembahasan
1. Karakteristik dan Jenis Badan Layanan Umum (BLU)
Bermula dari tujuan peningkatan pelayanan publik tersebut diperlukan pengaturan yang spesifik mengenai unit pemerintahan yang melakukan pelayanan kepada masyarakat yang saat ini bentuk dan modelnya beraneka macam. Sesuai dengan pasal 1 butir (23). Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan: Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.[ii]
Penjelasan tersebut secara spesifik menunjukkan karakteriktik entitas yang merupakan Badan Layanan Umum, yaitu:
  1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;
  2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;
  3. Tidak bertujuan untuk mencarai laba;
  4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;
  5. Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk;
  6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;
  7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
  8. BLU bukan subyek pajak[iii]
Apabila dikelompokkan menurut jenisnya Badan Layanan Umum terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
  1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang atau jasa meliputi rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi, penyiaran, dan lain-lain;
  2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan meliputi otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (Kapet); dan
  3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus meliputi pengelola dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.[iv]

Tujuan BLU yaitu :
  1. Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  2. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat;
  3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.
Institusi yang dapat menerapkan PK BLU :
  1. Instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic view);
  2. Memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

2. Lingkup Keuangan BLU
Sehubungan dengan karakteristik yang spesifik tersebut. BLU dihadapkan pada peraturan yang spesifik pula, berbeda dengan entitas yang merupakan Kekayaan Negara yang dipisahkan (BUMN/BUMD). Perbedaan tersebut terletak pada hal-hal sebagai berikut:
  1. BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
  2. Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;
  3. Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggungjawab atas bidang pemerintaahn yang bersangkutan;
  4. Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;
  5. Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;
  6. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;
  7. Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah;
  8. Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan;
  9. BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari msyarakat atau badan lain;
  10. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah.[v]
Dengan pemikiran baru tersebut diharapkan bukan bentuknya saja suatu unit pemerintah menjadi Badan Layanan Umum yang melayani masyarakat tetapi tingkat pelayanan masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara yang profesional, efektif dan efisien oleh pengelola unit tersebut dengan otonomi pengelolaan yang akan diberikan.

3. Permasalahan BLU dan solusinya
Dalam BLU sendiri terdapat beberapa masalah yang sebenarnya menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan perundangan yang ditakutkan pada kemudian hari akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah ini dikhawatirkan dapat mengganggu proses kerja BLU secara meyeluruh, sehingga tujuan-tujuan awal BLU yang ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai. Adapun masalah-masalah tersebut adalah :


a.      Pengelolaan kas BLU menghambat pembentukan Treasury Single Account sebagaimana diamanatkan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Sesuai dengan PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU pasal 16 ayat (1), BLU menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengelolaan kas. Kegiatan itu antara lain: merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan, menyimpan kas dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutp defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dalam pasal 14 juga disebutkan bahwa penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU dan pendapatan lainnya yang bersumber dari selain APBN/APBD (pendapatan operasional, hibah, maupun hasil kerjasama dengan pihak lain) dilaporkan sebagai PNBP kementerian/lembaga atau PNBP daerah. Pendapatan-pendapatan ini (kecuali hibah terikat) dapat “dikelola langsung” untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Aturan ini menjadi tidak sesuai dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran Negara/ Daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.[vi]
Walaupun hal ini bisa diperdebatkan karena dalam menyelenggarakan kegiatannya BLU juga membuat perencanaan kerja dan penganggaran yang tertuang dalam Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU, namun pada kenyataannya antara perencanaan anggaran dengan realisasinya sangat besar kemungkinan timbul selisih atau varians. Varians timbul karena BLU dapat menghimpun dana selain dari APBN/APBD dan dapat “dikelola langsung” untuk membiayai belanja BLU. Memang benar belanja BLU yang dimaksud harus sesuai dengan RBA BLU, namuun kondisi semacam ini dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan terutama apabila varian ini digunakan baik oleh BLU maupun kementerian Negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah guna menghimpun dana nonbudgeter (dana taktis) yang secara tegas oleh Suryohadi Djulianto, penasihat KPK, dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.[vii]
Pemerintah sebenarnya sudah menerapkan beberapa alternatif untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan mensyaratkan RBA BLU agar sesuai dengan rencana strategis kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah. Selain itu juga sudah diatur mengenai tindakan yang dilakukan apabila terjadi pelanggaran hukum atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian Negara/daerah pada BLU dan penerapan otorisasi batasan maksimal penggunaan anggaran secara bertingkat.
Namun, selain hal tersebut di atas, pemerintah melalui Menteri Keuangan sebaiknya mengeluarkan peraturan terkait proses atau mekanisme pengelolaan kas BLU yang lebih rinci meliputi teknis dan administrasinya. Semua penerimaan BLU yang dikategorikan sebagai PNBP dan pengeluaran BLU harus terlebih dahulu dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara Daerah sebagaimana diamanatkan UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dan terkait istilah dapat “dikelola langsung” untuk membiayai belanja BLU tetap harus mengikuti tertib administrasi sebagaimana instansi public lain yang menerapkan prosedur SPM dan SP2D. Yang perlu diatur lebih lanjut adalah mengenai batasan fleksibilitas penerapan praktik bisnis BLU terkait pengelolaan kas/anggaran agar tetap sesuai dengan RBA dan rencana strategis instansi induk (kementerian Negara/lembaga/pemerintah daerah) yang bersangkutan. Peraturan yang akan dibuat ini tidak hanya diperuntukkan bagi BLU saja, tetapi juga meliputi instansi yang merupakan otorisator penerimaan maupun pengeluaran Negara/Daerah demi menjaga efisiensi pengelolaan BLU.
b.      BLU dapat menggunakan surplus anggarannya untuk kepentingan BLU tersebut.
Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum disebutkan bahwa “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU”.[viii] Surplus anggaran BLU yang dimaksud disini adalah selisih lebih antara pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.
Padahal, sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”.[ix] Selanjutnya pada ayat berikutnya dijelaskan “Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus anggaran ini menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.
Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa diajukan sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana yang harus dipakai. Argumen tersebut adalah:
  1. Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan yang berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi.
  2. Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalis dimana apabila ada aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang bersifat umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus yang mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum.[x]
Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila pembuat-pembuat keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun peraturan, sehingga di kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti ini tentu akan merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya kebingungan dalam memilih aturan mana yang harus dipakai.

4. UU BLU, Kelebihan, Peluang dan Tantangan Perguruan Tinggi
Pada akhir bulan Maret lalu UU BHP memang memang dihapuskan, karena betentangan dengan UUD 45, namun masyarakat tidak dapat bernafas lega begitu saja, karena ada UU penggangi UU BHP yaitu UU BLU.
UU BLU tidaklah jauh berbeda denga UU BHP, undang undang ini memberikan kebebasan pada perguruan tinggi dalam mengatur perbendaharaan kasnya. Pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Praktik bisnis yang sehat. UU BLU memungkinkan pihak perguruan tinggi untuk memperoleh sektor pendanaan diluar mahasiswa, misalkan saja dengan menetapkan biaya sewa gedung, ataupun perparkiran, saran dan prasarana memanglah juga berpengaruh pada peningkatan mutu dari satuan pendidikan, namun dengan UU BLU peningkatan sarana dan prasaran dijadikan lahan untuk meraup keuntungan guna meningkatkan keuangan dari perguruan tinggi, dan seperti yang kita ketahui kualitas dari perguruan tinggi tidak hanya dilihat dari fasilitas yang tersedia tetapi juga dari jumlah riset yang dilakukan. Nampaknya pemerintah haruslah lebih bijaksana dalam membuat keebijakan – kebikjakan dalam mengembangkan mutu pendidikan Indonesia.[xi]
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) baik yang berstatus BHMN maupun yang berstatus Universitas Negeri agaknya akan ramai-ramai menjadi BLU. Sebuah pilihan yang ironis, sebuah lembaga pendidikan yang secara hukum tidak berpijak pada UU pendidikan tapi UU perbendaharaan negara yang secara substansial berlawanan dengan Undang-undang yang lainnya sebagaimana dijelaskan di atas.
            Persoalannya adalah ketika Universitas Negeri menjadi BLU apakah sesuai dengan ruh pendidikan nasional? Dalam konsepsi pendidikan nasional sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 dan UU Sisdiknas 2003 bahwa negara memiliki tanggungjawab khusus atas penyelenggaraan pendidikan nasional, wujud konkrit dari tanggungjawab khusus tersebut adalah antara lain adanya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan sekolah-sekolah negeri. Jika Universitas Negeri menjadi BLU maka status negeri itu menjadi tidak utuh, negara melepaskan sebagian tanggungjawabnya terhadap dunia pendidikan. Dalam bahasa lain BLU adalah wajah setengah hati Negara dalam berpihak pada dunia pendidikan.[xii]
           Ketika otonomi keuangan ini dijalankan, secara otomatis kebijakan pendapatan seutuhnya dilakukan kampus. Upaya memperoleh pendapatan kampus yang paling mudah adalah dari SPP mahasiswa, karenanya kenaikan SPP dengan persentase yang besar adalah keniscayaan.  Di sisi lain BLU bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang diminta, dengan kata lain  PTN yang menjadi BLU akan mengelola pendidikan layaknya seperti perusahaan. Hal ini bermakna BLU adalah upaya mewiraswastakan pemerintah (enterprising government).[xiii]
Meskipun BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan, akan tetapi letak enterprising-nya dapat dilihat pada pasal 69 ayat (6) bahwa pendapatan BLU dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU yang bersangkutan.
Pendapatan yang dimaksud itu dapat diperoleh dari hibah, sumbangan, atau sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan. Ketika lembaga pendidikan sudah berubah fungsi menjadi “perusahaan” ini bertentangan dengan konsepsi pendidikan yang dikemukakan oleh bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan merupakan usaha kebudayaan (-bukan perusahaan komersil-) yang bermaksud  membimbing hidup dan tumbuh kembangnya jiwa raga anak didik agar melalui garis kodrat pribadinya dan pengaruh  lingkungannya, peserta didik  mengalami kemajuan lahir dan batin. Dengan perubahan lembaga pendidikan  menjadi BLU maka tugas lembaga pendidikan untuk mendidik dan menanamkan nilai-nilai agar menghasilkan manusia yang berbudaya  akan mengalami hambatan serius karena terkontaminasi kepentingan modal perusahaan.
Otonomi Pendidikan: Bukan Otonomi Keuangan
Banyak jalan menuju otonomi, langkah tergesa-gesa banyaknya lembaga pendidikan tinggi untuk menuju fully otonom, agak mengkhawatirkan. Jika yang dimaksud adalah otonomi akademik maka kita selaku masyarakat kampus sangat mendukung penuh, namun jika yang dimaksud otonomi keuangan di mana kampus harus mencari dana sendiri padahal kampus negeri ini adalah amanah konstitusi sebagai tanggungjawab khusus negara, maka otonomi ini kehilangan akar historis dan akar konstitusinya. Ada semacam bias ontologis dari identitas universitas negeri.
Otonomi pendidikan dimaknai pemerintah sebagai upaya negara untuk memberi kebebasan pada instansi pendidikan, agar lebih mudah dalam mengatur manajeman, baik keuangan maupun akademik. Makna otonomi yang demikian itu bisa menjadi “bomerang” ketika lembaga pendidikan negeri juga disibukkan untuk mencari dana layaknya sebuah perusahaan.
Otonomi pendidikan PTN seharusnya dimaknai sebagai otonomi akademik, otonomi research, otonomi pemikiran, otonomi gagasan dan otonomi pengelolaan yang pada akhirnya memberi manfaat besar bagi pendidikan dan bangsa Indonesia secara lebih luas, sehingga tidak kehilangan ruh pendidikan nasionalnya.

C.    Kesimpulan
Ada beberapa hal yang bisa digaris bawahi mengenai badan layanan umum (BLU) ini, yaitu :
1.      Badan layanan umum merupakan perwujudan dari reformasi keuangan yang ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas.
2.      Pada penerapan BLU dijumpai permasalahan-permasalahan terutama yang terkait dengan benturan kepentingan antara BLU dengan peraturan pemerintah yang ada.
3.      Efek lanjut dari status BLU Universitas adalah keleluasaan Universitas mengelola keuangan (otonomi keuangan)
4.      Sinkronisasi peraturan antar unit-unit pemerintah yang terkait adalah cara yang paling logis dan komprehensif didalam mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan BLU ini.


DAFTAR PUSTAKA

Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Amin Abdullah, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), Ygyakarta. 2006. hlm. 37
Wirawan Purwa Yuwana dan PK BLU , Permasalahan Badan Layanan Umum di Indonesia. http://tomiwiranto.blogspot.com/2009/03/badan-layanan-umum-blu.html
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 3
Wirawan Purwa Yuwana dan PK BLU/tomiwiranto.blogspot.com
Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak-Rusakan.Yogyakarta : PT. LKIS Printing Cemerlang

Hartini Nara, Dosen PLB FIP Universitas Negeri Jakarta (UNJ). BHP Ditolak, BLU Jalan Terus? http://www.didaktikaunj.org/index.php/categoryblog/187-hartini-nara






[i] Yamin, Moh. 2009. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
[ii] Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
[iii] Amin Abdullah, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), Ygyakarta. 2006. hlm. 37
[iv] Amin Abdullah, …. Hlm. 38
[v] Amin Abdullah, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), Ygyakarta. 2006
[vi] UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
[vii] Wirawan Purwa Yuwana dan PK BLU , Permasalahan Badan Layanan Umum di Indonesia. http://tomiwiranto.blogspot.com/2009/03/badan-layanan-umum-blu.html
[viii] Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum
[ix] UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 3
[x] Wirawan Purwa Yuwana dan PK BLU/tomiwiranto.blogspot.com
[xi] Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak-Rusakan.Yogyakarta : PT. LKIS Printing Cemerlang

[xii] Hartini Nara, Dosen PLB FIP Universitas Negeri Jakarta (UNJ). BHP Ditolak, BLU Jalan Terus? http://www.didaktikaunj.org/index.php/categoryblog/187-hartini-nara

[xiii] Ibid

1 komentar:

  1. Pinjaman ini Apakah Tepat Untuk Anda !!!
    Memang kita sangat baik terkenal, kita selalu cenderung untuk memenuhi kebutuhan pelanggan kami, Kami global recongnised dan untuk pertama kalinya dalam sejarah
    kami memperkenalkan metode transfer kredit cepat baru aktif, aplikasi Anda akan segera dikirim untuk kredit segera setelah Anda menerapkan, maka Anda akan menerima kredit instan decision.You akan dihubungi jika IMF membutuhkan information.ittambahan umumnya digunakan melalui keluar benua (transfer tunai instan tanpa biaya yang terlibat).
    Benar-benar gratis untuk siswa dan terlalu nyata untuk menjadi kenyataan, buru sekarang berlaku sebanyak yang Anda bisa.
    Kami baru-baru menurunkan suku bunga kita dengan 2% pada semua pinjaman bisnis yang disetujui, hipotek komersial dan sewa beli.
    Kami juga menjamin Anda cara yang bagus bagi Anda untuk memecahkan masalah arus kas.
    Kami dapat membantu Anda mengkonsolidasi utang Anda, membayar tagihan atau membantu Anda keluar dari mengikat keuangan yang tak terduga.
    CATATAN: Jika Anda memiliki pertanyaan tentang bagaimana untuk mendapatkan akses ke aplikasi pinjaman Anda maka saya menyarankan Anda untuk Mulailah segera menghubungi penyedia jasa pinjaman online 24 jam untuk informasi lebih lanjut.
    Jika permintaan Anda darurat atau membutuhkan pengungkapan informasi rahasia atau pribadi untuk resolusi, silahkan hubungi kami @ + 1409 227 1204
    KONTAK: Adamchairmanloancompany@gmail.com
    Wc25380@Gmail.com
    Https://plus.google.com/102335651288581411889/posts/bjfWJ5HQHvX

    BalasHapus